KELARUTAN INTRINSIK OBAT
A.
TUJUAN
Adapun tujuan pada
praktikum kali ini yaitu untuk memperkenalkan konsep dan proses pendukung
sistem kelarutan obat dan menentukan parameter kelarutan zat.
B. LANDASAN TEORI
Larutan
dapat digolongkan sesuai dengan keadaan terjadinya zat terlarut dan pelarut,
dan karena ada tiga wujud zat (padat, cair, dan gas), ada Sembilan kemungkinan
sifat campuran homogeny antara zat terlarut dan pelarut. Kelarutan gas dalam
cairan adalah konsentrasi gas terlarut apabila berada dalam kesetimbangan
dengan gas murni diatas larutan. Kelarutan terutama bergantung pada tekanan,
temperature, adanya garam, reaksi kimia kadang-kadang terjadi antara gas dengan
pelarut. (Martin, 1990).
Kelarutan
diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan jenuh pada
suatu suhu tertentu. Jadi, larutan tersebut dianggap sebagai campuran homogen dari
bahan yang berlainan. Hal terebut bertujuan agar dapat dibedakan antara larutan
yang berasal dari gas, cairan dan bahan padat dalam cairan (Voight, 1994).
Kelarutan suatu
endapan merupakan suatu endapan yang diperoleh ketika hal yang akan di uji sama
dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan juga bergantung pada
berbagai kondisi seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan-bahan lain dalam larutan
itu, dan pada komposisi pelarutnya (Lesdantina, 2009).
Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi proses absorpsi, antara lain kelarutan obat. Obat-obatan
yang memiliki kelarutan kecil dalam air, laju pelarutannya biasanya memiliki
tahap yang paling lambat sehingga mengakibatkan terjadinya efek penentu
kecepatan terhadap bioavailabilitas obat. Oleh karena itu, tahap yang paling
lambat tersebut ketika didefinisikan didalam suatu rangkaian proses kinetik
disebut tahap penentu kecepatan (Karim, 2008).
Titrasi merupakan
sebuah metode penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan larutan standar
yang sudah diketahui konsentrasinya. Oleh karena itu, ketika kita menitrasi
suatu larutan dimana suatu larutan yang konsentrasinya telah diketahui secara
pasti (larutan standar), ditambahkan sedikit demi sedikit ke larutan lain yang konsentrasinya
tidak diketahui. Sehingga ketika hal tersebut sudah dilakukan maka reaksi kimia
antara kedua larutan tersebut dapat berlangsung secara sempurna (Dwiana, 2012).
E. HASIL PENGAMATAN
*
Tabel
Percobaan
|
Volume pelarut
|
Gliserol
|
||
Air
|
Alkohol
|
Gliserol
|
||
1
|
6
|
0
|
4
|
20 ml
|
2
|
6
|
1
|
3
|
13 ml
|
3
|
6
|
1,5
|
2,5
|
8 ml
|
4
|
6
|
2
|
2
|
7 ml
|
* Perhitungan
> Percobaan 1
1.)
Konstanta dielektrik
a.) Air
Dik : ɛ
air
= 80,4
V air = 6 ml
Peny : ɛ air dalam campuran = 80,4 × 

= 48,24
b.) Etanol
Dik : ɛ
etanol
= 25,7
V etanol = 0 ml
Peny : ɛ etanol dalam campuran = 25,7 × 

= 0
c.) Gliserol
Dik : ɛ
Gliserol
= 42,5
V Gliserol = 4 ml
Peny : ɛ
Gliserol dalam campuran = 42,5 × 

= 17
2.) Kadar asam oksalat
Dik :
V NaOH = 20 ml
M NaOH = 0,1 M
V asam salisilat = 10 ml
Peny : Kadar asam oksalat = M1.V1= M2.V2
0,1.20 = M2. 10
M2 = 0,5
> Percobaan 2
1.)
Konstanta dielektrik
a.) Air
Dik : ɛ
air
= 80,4
V air = 6 ml
Peny : ɛ air dalam campuran = 80,4 × 

= 48,24
b.) Etanol
Dik : ɛ
etanol
= 25,7
V etanol = 1 ml
Peny : ɛ etanol dalam campuran = 25,7 × 

= 2,57
c.) Gliserol
Dik : ɛ
Gliserol
= 42,5
V Gliserol = 3 ml
Peny : ɛ
Gliserol dalam campuran = 42,5 × 

= 12,75
2.) Kadar asam oksalat
Dik :
V NaOH = 13 ml
M NaOH = 0,1 M
V asam salisilat = 10 ml
Peny : Kadar asam oksalat = M1.V1= M2.V2
0,1.13 = M2. 10
M2 = 0,13
> Percobaan 3
1.)
Konstanta dielektrik
a.) Air
Dik : ɛ
air
= 80,4
V air = 6 ml
Peny : ɛ air dalam campuran = 80,4 × 

= 48,24
b.) Etanol
Dik : ɛ
etanol
= 25,7
V
etanol = 1,5 ml
Peny : ɛ etanol dalam campuran = 25,7 × 

= 3,85
c.) Gliserol
Dik : ɛ
Gliserol
= 42,5
V Gliserol = 2,5 ml
Peny : ɛ
Gliserol dalam campuran = 42,5 × 

= 10,62
2.) Kadar asam oksalat
Dik :
V NaOH = 8 ml
M NaOH = 0,1 M
V asam salisilat = 10 ml
Peny : Kadar asam oksalat = M1.V1= M2.V2
0,1. 8 = M2. 10
M2 = 0,08
> Percobaan 4
1.)
Konstanta dielektrik
a.) Air
Dik : ɛ
air
= 80,4
V air = 6 ml
Peny : ɛ air dalam campuran = 80,4 × 

= 48,24
b.) Etanol
Dik : ɛ
etanol
= 25,7
V etanol = 2 ml
Peny : ɛ etanol dalam campuran = 25,7 × 

= 5,14
c.) Gliserol
Dik : ɛ
Gliserol
= 42,5
V Gliserol = 2 ml
Peny : ɛ
Gliserol dalam campuran = 42,5 × 

= 8,5
2.) Kadar asam oksalat
Dik :
V NaOH = 7 ml
M NaOH = 0,1 M
V asam salisilat = 10 ml
Peny : Kadar asam oksalat = M1.V1= M2.V2
0,1.7 =
M2. 10
M2 = 0,07
Percobaan
|
ɛ
Air
|
ɛ
Etanol
|
ɛ
Gliserol
|
ɛ Pelarut campuran (ɛ air + ɛetanol + ɛ gliserol )
|
M Asam salisilat
|
|
1
|
48,24
|
0
|
17
|
65,24
|
0,5 M
|
|
2
|
48,24
|
2,57
|
12,75
|
63,56
|
0,13 M
|
|
3
|
48,24
|
3,85
|
10,62
|
62,71
|
0,08 M
|
|
4
|
48,24
|
5,14
|
8,5
|
61,88
|
0,07 M
|
Adapun hubungan antara kelarutan asam salisilat dengan
harga konstanta dielektrik bahan pelarut campur, dapat digambarkan dengan kurva
berikut :
F.
PEMBAHASAN
Kelarutan merupakan
kemampuan suatu zat kimia
tertentu, zat terlarut
(solute), untuk larut dalam suatu pelarut
(solvent). Definisi tentang kelarutan ada yang secara kuantitatif dan
ada juga secara kualitatif. Oleh karena itu, kelarutan secara kuantitatif
merupakan konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur
tertentu, sedangkan secara kualitatif merupakan interaksi spontan dari dua atau
lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler yang homogeny. Selain itu, kelarutan
dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut
pada kesetimbangan,
sehingga ketika sudah melakukan proses kelarutan maka diperoleh larutan hasil yang disebut dengan larutan
jenuh.
Seperti yang kita ketahui prinsip dalam pelarutan adalah like dissolved like, dimana larutan satu
akan mampu bercampur sempurna dengan larutan lain apabila memiliki sifat
(polaritas) yang sama atau tidak jauh berbeda. Oleh karena itu, ketika
pencampuran dilakukan antar larutan yang memiliki tingkat polaritas yang
berbeda, maka akan terbentuk lapisan antarmuka (interface) yang memisahkan
kedua fase larutan tersebut.
Percobaan kali
ini, dilakukan uji kelarutan terhadap asam salisilat dalam etanol dan gliserol
dengan volume masing-masing pelarut divariasikan ketika dimasukkan ke dalam empat
tabung yang berbeda-beda.
Pengujian pada
tabung pertama volume air yang digunakan sebesar 15 ml dengan penambahan alkohol
sebanyak 4 ml dan penambahan propilenglikol 1 ml. Setelah dilakukan penggojogan
selama beberapa menit, sampel pada tabung I dititrasi dengan NaOH 0.1N dan
diperoleh volume NaOH sebanyak 9,5 ml saat titik akhir titrasi. Dengan
mengetahui volume NaOH, maka kemudian juga dapat menentukan M asam salisilat,
yaitu sebesar 0,0475 M.
Pengujian pada
tabung pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Tabung pertama kemudian dihitung
dan diperoleh konstanta dielektrik air 60,3, Konstanta dielektrik alkohol 5,41
dan konstanta dielektrik propilenglikol 2,125 serta diperoleh konstanta
dielektrik pelarut campuran antara (Air + Alkohol + Propilenglikol) sebesar
73,835. Tabung ke dua kemudian dihitung dan diperoleh konstanta dielektrik air
60,3, Konstanta dielektrik alkohol 9,98 dan konstanta dielektrik propilenglikol
4,250 serta diperoleh konstanta dielektrik pelarut campuran antara (Air +
Alkohol + Propilenglikol) sebesar 70,280. Tabung ke tiga kemudian dihitung dan
diperoleh konstanta dielektrik air 60,3, Konstanta dielektrik alkohol 2,57 dan
konstanta dielektrik propilenglikol 6,375 serta diperoleh konstanta dielektrik
pelarut campuran antara (Air + Alkohol + Propilenglikol) sebesar 69,245. Tabung
ke empat kemudian dihitung dan diperoleh konstanta dielektrik air 60,3,
Konstanta dielektrik alkohol 0,12 dan konstanta dielektrik propilenglikol 8,500
serta diperoleh konstanta dielektrik pelarut campuran antara (Air + Alkohol +
Propilenglikol) sebesar 68,920. Sehingga dengan mengetahui volume NaOH, maka
kemudian juga dapat menentukan konsentrasi asam salisilat, yaitu sebesar 0,0475
M, 0,0525 M, 0,0475 M dan 0,0475 M.
Sesuai dengan
hasil perhitungan yang ada, didapat pada tabung nomor 1 nilai konstanta
dielektriknya sebesar 73,835, angka ini merupakan angka yang paling besar dari
ketiga tabung yang lain. Oleh karena itu jumlah asam salisilat yang terlarut
pada tabung 1 lebih besar dibanding dengan tabung yang lain. Sedangkan pada
tabung nomor 4 memiliki nilai konstanta dielektrik yang paling kecil yaitu 68,920,
ini berarti jumlah asam salisilat yang terlarut pada tabung nomor 4 lebih kecil
dibanding dengan tabung yang lainnya. Dari perhitungan yang diperoleh sudah
sesuai dengan literatur karena semakin kecil nilai konstanta dielektiknya maka
jumlah asam salisilat yang terlarut semakin besar dan begitu juga sebaliknya
semakin besar nilai konstanta dielektriknya maka jumlah asam salisilat yang
terlarut semakin sedikit.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kelarutan antara lain pH, temperatur, jenis pelarut, bentuk dan
ukuran partikel, konstanta dielekrik pelarut, dan surfaktan, serta efek garam.
Semakin tinggi temperature maka akan mempercepat kelarutan zat, semakin kecil
ukuran partikel zat maka akan mempercepat kelarutan zat, dan dengan adanya
garam akan mengurangi kelarutan zat. Selain itu, laju kelarutan juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kelarutan yang dilihat berdasarkan suatu ukuran dari seberapa
cepat suatu zat terlarut.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
percobaan dapat disimpulkan bahwa kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan
terlarut dalam suatu larutan jenuh pada suatu suhu tertentu. Temperatur atau
suhu, tekanan, dan pH larutan merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi
kelarutan intrinsik obat .
DAFTAR
PUSTAKA
Dwiana, Achmad
Chandra., Hendra Cordova. 2012. Rancang Bangun Kontrol pH Berbasis Self Tuning PID Melalui Metode
Adaptive Control. Jurnal Teknik Pomits. Vol. 1(No. 1) Hal: 1 – 6.
Karim, Abdul
Zulkarnain., Arundita Kusumawida dan Triani Kurniawati. Pengaruh penambahan tween 80 dan polietilen glikol 400 terhadap
absorpsi piroksikam melalui lumen usus
in situ. Majalah Farmasi Indonesia. Vol.19(No.1)
Hal :25 – 31.
Lesdantina,
Dina., Istikomah. 2009. Pemurnian NaCl Dengan Menggunakan Natrium Karbonat. Siminar Tugas Akhir S1 Teknik Kimia UNDIP. Hal:1-6.
Martin,
A. 1990. Farmasi Fisik. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Voight, R.
1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi,
Edisi Kelima. Penerbit Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
0 comments:
Post a Comment