KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat
dan kasih sayang-Nya lah sehingga kami dapat menyusun Makalah Farmakologi Dasar
berjudul “Anti Inflamasi Non
Steroid”
sebagai salah satu tugas untuk memenuhi syarat perkuliahan.
Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, baik ditinjau dari segi isi maupun penulisannya.
Karena itu bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan makalah ini masih sangat
diperlukan dari berbagai pihak.
Kami
menyadari pula bahwa makalah ini selesai tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, baik materil maupun moril. Untuk itu kepada semua pihak yang
telah memberikan bimbingan dan bantuan, kami menyampaikan ucapan terima kasih
para dosen Jurusan Farmasi terutama dan teman-teman yang telah membantu dengan
informasi dan dukungan moril. Semoga
amal kalian dapat diterima oleh Allah
SWT. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Kendari,
29 November 2013
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Obat
merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur
dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan.
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat dengan
bahan-bahan lain tersebut termasuk obat tradisional dansenyawa kimia lain. Di
dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat di
keluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi,
distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Dalam proses
tersebut, bila berbagai macam obat diberikan secara bersamaan dapat menimbulkan
suatu interaksi. Selain itu, obat juga dapat berinteraksi dengan zat makanan
yang dikonsumsi bersamaan dengan obat.
Inflamasi
adalah respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika proses inflamasi
berlangsung terjadi reaksi vaskuler dimana cairan, elemenelemen dalam darah,
sel darah putih, dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan.
Penyakit ini ditandai dengan munculnya warna kemerahan, bengkak, nyeri dan
disertai panas. Anti inflamasi adalah usaha tubuh menginaktivasi atau merusak
organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan dan mengatur perbaikan
derajat.
Obat
anti inflamasi non steroid (AINS) merupakan obat yang paling banyak diresepkan
dan juga digunakan tanpa resep dari dokter. Obat-obat golongan ini merupakan
suatu obat yang heterogen secara kimia. Klasifikasi kimiawi AINS, tidak banyak
manfaat kliniknya karena ada AINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat
yang berbeda, sebaliknya ada obat AINS yang berbeda subgolongan tetapi memiliki
sifat yang serupa. Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya
berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).
1.2.
Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan anti inflamasi non
steroid (AINS) ?
2. Apa kegunaan dari obat AINS ?
3. Bagaimana mekanisme kerja dari obat-obat AINS
?
4. Apa contoh dari obat-obat AINS ?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud
dengan anti inflamasi non steroid (AINS).
2. Mengetahui kegunaan obat AINS.
3. Mengetahui mekanisme dari kerja obat AINS.
4. Mengetahui macam-macam obat dari AINS.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Anti
Inflamasi Non Steroid (AINS)
Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid, atau
yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory
Drugs)/AINS adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda
nyeri), anti piretik (penurun panas), dan anti inflamasi (anti radang). Istilah
"non steroid" digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan
steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. AINS bukan tergolong obat-obatan
jenis narkotika. Inflamasi adalah salah satu respon utama dari system kekebalan
tubuh terhadap infeksi atau iritasi.
OAINS dikelompokkan
kedalam beberapa golongan kimiawi. Meskipun terdapat banyak perbedaan dalam
kinetik OAINS, semuanya memiliki kesamaan dalam beberapa sifat umum.
Metabolisme OAINS terutama dilanjutkan oleh famili CYP3A atau CYP2C dari enzim
P450 dihati. Meskipun eksresi ginjal merupakan jalur eliminasi terakhir yang
paling penting, hampir semua OAINS mengalami eksresi dan reabsorbsi bilier yang
bervariasi. Kebanyakan OAINS sangat terikat pada protein (~98%) biasanya kepada
albumin. Semua OAINS dapat ditemukan dalam cairan sinovial setelah pemberian
dosis berulang.
2.2.
Kegunaan Dari
Obat
AINS
AINS banyak digunakan pada pasien pediatric. Obat
ini merupakan bahan aktif yang secara farmakologi tidak homogen dan terutama bekerja menghambat
produksi prostaglandin serta digunakan untuk perawatan nyeri akut dan kronik.
Obat ini mempunyai sifat mampu mengurangi nyeri, demam dengan inflamasi, dan
yang disertai dengan gangguan inflamasi nyeri lainnya.
2.3.
Mekanisme Kerja
Mekanisme dan sifat dasar AINS, obat analgesik anti inflamasi non steroid
merupakan suatu kelompok sediaan dengan struktur kimia yang sangat heterogen,
dimana efek samping dan efek terapinya berhubungan dengan kesamaan mekanisme
kerja sediaan ini pada enzim cyclooxygenase (COX). Kemajuan penelitian dalam
dasawarsa terakhir memberikan penjelasan mengapa kelompok yang heterogen
tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping, ternyata hal ini
terjadi berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG). Mekanisme
kerja yang berhubungan dengan biosintesis PG ini mulai dilaporkan pada tahun
1971 oleh Vane dan kawan-kawan yang memperlihatkan secara invitro bahwa dosis
rendah aspirin dan indometason menghambat produksi enzimatik PG. Dimana juga
telah dibuktikan bahwa jika sel mengalami kerusakan maka PG akan dilepas.Namun
demikian obat AINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrin,yang
diketahui turut berperan dalam inflamasi. AINS menghambat enzim cyclooxygenase
(COX) sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat
menghambat cyclooxysigenase dengan cara yang berbeda.2 AINS dikelompokkan
berdasarkan struktur kimia,tingkat keasaman dan ketersediaan awalnya. Dan
sekarang yang popoler dikelompokkan berdasarkan selektifitas hambatannya pada penemuan dua bentuk enzim constitutive
cyclooxygenase-1 (COX-1) dan inducible cycloocygenase-2 (COX-2).COX-1 selalu
ada diberbagai jaringan tubuh dan berfungsi dalam mempertahankan fisiologi
tubuh seperti produksi mukus di lambung tetapi sebaliknya ,COX-2 merupakan enzim
indusibel yang umumnya tidak terpantau di kebanyakan jaringan, tapi akan meningkat pada keadaan
inflamasi atau patologik. AINS yang bekerja sebagai penyekat COX akan berikatan
pada bagian aktif enzim,pada COX-1 dan atau COX - 2, sehingga enzim ini menjadi
tidak berfungsi dan tidak mampu merubah asam arakidonat menjadi mediator
inflamasi prostaglandin. AINS yang
termasuk dalam tidak selektif menghambat sekaligus COX-1 dan COX-2 adalah
ibuprofen,indometasin dan naproxen. Asetosal dan ketorokal termasuk sangat selektif menghambat
menghambat COX-1. Piroxicam lebih selektif menyekat COX-1, sedangkan yang
termasuk selektif menyekat COX-2 antara lain diclofenak, meloxicam, dan
nimesulid. Celecoxib dan rofecoxib sangat selektif menghambat COX-2.
2.4 Penggunaan NSAID
Non-Steroidal Anti Inflammatory
Drugs (NSAID) bekerja menghambat enzim cyclooxygenase (enzim pembentuk
prostaglandin). NSAID hanya dipakai untuk nyeri inflamasi dan antipiretik
akibat produksi prostaglandin. NSAID mempunyai 3 efek yakni: anti-inflamasi,
analgesik (untuk nyeri ringan hingga sedang), dan antipiretik. Namun, NSAID
tidak bisa digunakan untuk mengatasi nyeri karena angina pectoris karena nyeri
disebabkan karena hipoksia dan penumpukan laktat. Penggunaan NSAID sebagai
analgesik bersifat simptomatik sehingga jika simptom sudah hilang, pemberiannya
harus dihentikan.
Pada keadaan gout arthritis, NSAID berperan untuk mengurangi
inflamasinya. Asam urat yang meningkat dan menurun masih dapat menyebabkan
inflamasi sehingga menimbulkan nyeri. Asam urat dapat menumpuk di jaringan
(biasanya pada jari kaki tampak tofi, bendol- bendol). Penggunaan NSAID masih
menimbulkan recruitment sel radang karena tidak menghambat LOX/ leukotrien
(chemotoxin). Namun efeknya ini perlu diturunkan untuk mencegah adanya
kemotaksis dengan penggunaan kortikosteroid.
NSAID tidak mempengaruhi proses penyakit (ex. kerusakan
jaringan muskuloskeletal) dan hanya mencegah simtom peningkatan prostaglandin
pada kerusakan jaringan. Jadi, NSAID memblok pembentukan prostaglandin, akan
tetapi jaringan tetap rusak. NSAID efeknya bersifat sentral, sehingga tidak
menimbulkan adiksi.
Penggunaan NSAID sebagai antipiretik digunakan untuk demam
yang patologis (tidak digunakan untuk demam karena peningkatan suhu setelah
aktivitas yang berlebih). Demam patologis dirangsang oleh zat pirogen endogen
(IL-1) yang mengakibatkan pelepasan prostaglandin di preoptik hipotalamus.
Penggunaannya untuk simptomatik juga (ketika panas turun harus dihentikan).
2.5
Efek samping
Selain menimbulkan efek terapi yang sama, obat NSAID juga
memiliki efek samping serupa, karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis
PG. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau
tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan
saluran cerna. Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-masing obat. Dua
mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah: (1) iritasi yang bersifat lokal
yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan
kerusakan jaringan; dan (2) iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat
sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2.
Kedua PG ini banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat
sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mucus usus halus yang bersifat
sitoprotektif.
2.6
Contoh-contoh Dari
Obat
AINS
1. Asam mefenamat dan
Meklofenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgetika dan
anti-inflamasi, asam mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan aspirin.
Meklofenamat digunakan sebagai obat anti-inflamasi pada reumatoid dan
osteoartritis. Asam mefenamat dan meklofenamat merupakan golongan antranilat.
Asam mefenamat terikat kuat pada pada protein plasma. Dengan demikian interaksi
dengan oabt antikoagulan harus diperhatikan.
Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul
misalnya dispepsia, diare sampai diare berdarah dan gejala iritasi terhadap
mukosa lambung. Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari.
Sedangakan dosis meklofenamat untuk terapi penyakit sendi adalah 240-400 mg
sehari. Karena efek toksisnya di Amerika Serikat obat ini tidak dianjurkan
kepada anak dibawah 14 tahun dan ibu hamil dan pemberian tidak melebihi 7 hari.
2. Diklofenak
Diklofenak merupakan derivat asam fenilasetat. Absorpsi obat ini melalui saluran cerna
berlangsung lengkap dan cepat. Obat ini terikat pada protein plasma 99% dan
mengalami efek metabolisma lintas pertama (first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun
waktu paruh singkat 1-3 jam, dilklofenakl diakumulasi di cairan sinoval yang
menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat
tersebut.
Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis,
eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua AINS, pemakaian obat ini
harus berhati-hati pada pasien tukak lambung. Pemakaian selama kehamilan tidak
dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari terbagi dua atau tiga dosis.
3. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang
diperkenalkan pertama kali dibanyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan
daya efek anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama
seperti aspirin, sedangkan efek anti-inflamasinya terlihat pada dosis 1200-2400
mg sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam
plasma dicapai dicapai setelah 1-2 jam. 90% ibuprofen terikat dalam protein
plasma, ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap.
Pemberian bersama warfarin harus waspada dan pada
obat anti hipertensi karena dapat mengurangi efek antihipertensi, efek ini
mungkin akibat hambatan biosintesis prostaglandin ginjal. Efek samping terhadap
saluran cerna lebih ringan dibandingkan dengan aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan
diminum wanita hamil dan menyusui. Ibuprofen dijual sebagai obat generik bebas
dibeberapa negara yaitu inggris dan amerika karena tidak menimbulkan efek
samping serius pada dosis analgesik dan relatif lama dikenal.
4. Fenbufen
Berbeda dengan AINS lainnya, fenbufen merupakan
suatu pro-drug. Jadi fenbufen bersifat inaktif dan metabolit aktifnya adalah
asam 4-bifenil-asetat. Zat ini memiliki waktu paruh 10 jam sehingga cukup
diberikan 1-2 kali sehari. Absorpsi obat melalui lambung dan kadar puncak metabolit
aktif dicapai dalam 7.5 jam. Efek samping obat ini sama seperti AINS lainnya,
pemakaian pada pasien tukak lambung harus berhati-hati. Pada gangguan ginjal
dosis harus dikurangi. Dosis untuk reumatik sendi adalah 2 kali 300 mg sehari
dan dosis pemeliharaan 1 kali 600 mg sebelum tidur.
5. Indometasin
Merupakan derivat indol-asam asetat. Obat ini sudah
dikenal sejak 1963 untuk pengobatan artritis reumatoid dan sejenisnya. Walaupun
obat ini efektif tetapi karena toksik maka penggunaan obat ini dibatasi. Indometasin
memiliki efek anti-inflamasi sebanding dengan aspirin, serta memiliki efek
analgesik perifer maupun sentral. In vitro indometasin menghambat enzim
siklooksigenase, seperti kolkisin.
Absorpsi pada pemberian oral cukup baik 92-99%.
Indometasin terikat pada protein plasma dan metabolisme terjadi di hati. Di
ekskresi melalui urin dan empedu, waktu paruh 2- 4 jam. Efek samping pada dosis
terapi yaitu pada saluran cerna berupa nyeri abdomen, diare, perdarahan lambung
dan pankreatis. Sakit kepala hebat dialami oleh kira-kira 20-25% pasien dan
disertai pusing. Hiperkalemia dapat terjadi akibat penghambatan yang kuat
terhadap biosintesis prostaglandin di ginjal.
Karena toksisitasnya tidak dianjurka pada anak,
wanita hamil, gangguan psikiatrik dan pada gangguan lambung. Penggunaanya hanya
bila AINS lain kurang berhasil. Dosis lazim indometasin yaitu 2-4 kali 25 mg
sehari, untuk mengurangi reumatik di malam hari 50-100 mg sebelum tidur.
6. Piroksikam dan Meloksikam
Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur
baru yaitu oksikam, derivat asam enolat. Waktu paruh dalam plasma 45 jam
sehingga diberikan sekali sehari. Absorpsi berlangsung cepat di lambung,
terikat 99% pada protein plasma. Frekuensi kejadian efek samping dengan
piroksikam mencapai 11-46% dan 4-12%. Efek samping adalah gangguan saluran
cerna, dan efek lainnya adalah pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema kulit.
Piroksikam tidak dianjurkan pada wanita hamil, pasien tukak lambung dan yang
sedang minum antikoagulan. Dosis 10-20 mg sehari.
Meloksikam
cenderung menghambat COXS-2 dari pada COXS-1. Efek samping meloksikam terhadap
saluran cerna kurang dari piroksikam.
7. Salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal dengan
asetosal atau aspirin adalah analgesik antipiretik dan anti inflamasi yang
sangat luas digunakan. Struktur kimia golongan salisilat.
Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya
digunakan sebagai obat luar. Derivatnya yang dapat dipakai secara sistemik
adalah ester salisilat dengan substitusi pada gugus hidroksil, misalnya
asetosal. Untuk memperoleh efek anti-inflamasi yang baik dalam kadar plasma
perlu dipertahankan antara 250-300 mg/ml. Pada pemberian oral sebagian
salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung. Kadar tertinggi
dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian. Setelah diabsorpsi salisilat segera
menyebar ke jaringan tubuh dan cairan transeluler sehingga ditemukan dalam
cairan sinoval. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak
lambung atau tukak peptik, efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit
akibat penghambatan biosintesa tromboksan.
8. Aspirin
Aspirin
atau asam asetilsalisilat merupakan sejenis obat yang sering digunakan sebagai
penghilang rasa nyeri atau sakit minor, peradangan atau anti-inflamasi, dan
antipiretik (pada demam). Selain
digunakan sebagai analgesik untuk nyeri dari berbagai penyebab (sakit kepala,
nyeri tubuh, arthritis, dismenore, neuralgia, gout, dan sebagainya), dan untuk
kondisi demam, aspirin juga berguna dalam mengobati penyakit rematik, dan
sebagai anti-platelet (untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan darah)
dalam arteri koroner (jantung) dan di dalam vena pada kaki dan panggul.
Aspirin menghambat
produksi prostaglandin dengan menghambat enzim COX-2. Molekul aspirin menempel
pada enzim COX-2.Penempelan ini menghambat enzim melakukan reaksi kimia. Bila
tidak ada reaksi kimia yang dihasilkan, tidak ada pesan ditransmisikan ke otak
untuk memproduksi prostaglandin. Dengan tidak diproduksinya prostaglandin, rasa sakit kepala dapat
dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali.
Dosis aspirin
bervariasi sesuai dengan intensitas rasa sakit yang dirasakan. Biasanya dosis
normal adalah 324 mg setiap empat jam. Untuk sakit kepala berat, Anda dapat
mengambil hingga 648 mg aspirin setiap empat jam. Disarankan tidak mengonsumsi
lebih dari 48 tablet dalam jangka waktu dua puluh empat jam. Anak-anak di bawah
usia dua belas tahun harus berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi
aspirin.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) adalah
suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), anti
piretik (penurun panas), dan anti inflamasi (anti radang).
2. Obat
ini mempunyai sifat mampu mengurangi nyeri, demam dengan inflamasi, dan yang
disertai dengan gangguan inflamasi nyeri lainnya.
3. AINS menghambat enzim
cyclooxygenase (COX) sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu.
4. Asam
mefenamat dan Meklofenamat, Diklofenak, Ibuprofen, Fenbufen, Indometasin, Piroksikam dan Meloksikam, Salisilat, Diflunsial, Fenilbutazon dan Oksifenbutazon.
DAFTAR PUSTAKA
Priyanto, 2010. Farmakologi Dasar.
Leskonfi. Jakarta.
Tjay,
T.H,. dan Kirana, R,. 2008. Obat-obat
Penting. PT Gramedia. Jakarta.
wihh nice info, saya pengunjung setia web anda
ReplyDeletekunjung balik, di web kami banyak penawaran dan tips tentang kesehatan
Ada artikel menarik tentang obat tradisional yang mampu menyembuhkan penyakit berat, cek yuk
Obat tradisional Rematik