Thursday, September 12, 2013

laporan kelarutan semu / total

 
KELARUTAN SEMU / TOTAL
  
A. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH larutan terhadap kelarutan bahan obat yang bersifat asam lemah.
B. Landasan Teori
Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan kelarutan senyawa dalam media yang berbeda dan bervariasi diantara dua hal yang ekstrem, yaitu pelarut polar, seperti air, dan pelarut nonpolar seperti lemak. Sifat hidrofilik atau lipofibik berhubungan dengan kelarutan dalam air, sedang sifat lipofilik atau hidrofibik berhubungan dengan kelarutan dalam lemak. Gugus-gugus yang dapat meningkatkan kelarutan molekul dalam lemak disebut gugus lipofilik (hidrofobik atau nonpolar). Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan aktivitas biologis dari senyawa seri homolog. Sifat kelarutan juga berhubungan erat dengan absorbsi obat. Hal ini penting karena intensitas aktivitas biologis obat tergantung pada derajat absorpsinya (Siswandono, 1998).
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam formulasi suatu sediaan farmasi. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh. Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/ml mempunyai tingkat disolusi yang kecil karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan. Salah satu cara yang diterapkan oleh industri farmasi saat ini untuk meningkatkan kelarutan suatu obat yang bersifat lipofilik atau hidrofobik adalah dengan membuat sediaan emulsi (Jufri, 2004).
Waktu kelarutan obat dalam tubuh sangat erat hubungannya dengan efektivitas obat dalam menghilangkan rasa sakit yang diderita. Waktu kelarutan obat pada uji disolusi dianggap sebagai waktu kelarutan obat di dalam tubuh. Semakin cepat larut suatu obat, maka semakin efektif obat tersebut bekerja (Henny, 2008).
            Proses absorbsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorbsi akan mempengaruhi efek obat atau menyebabkan kegagalan pengobatan. Kelarutan obat dalam lemak merupakan salah satu sifat fisik yang memengaruhi absorpsi obat ke membran biologis. Makin besar kelarutannya dalam lemak, maka makin tinggi pula derajat absorbsi obat ke membran biologis (Siswandono, 1995).

C. Alat dan Bahan
·      Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut.
1.    Labu takar 100 mL
2.    Erlenmeyer (6 buah)
3.    Kertas saring
4.    Pipet volum 50 mL
5.    Timbangan
6.    Corong
7.    Batang pengaduk
·      Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut.
1.    Akuades
2.    NaOH 0,1M
3.    Asam benzoat
4.    Kalium dihidrofosfat (KH2PO2) 0,1M



E. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan dari percobaan ini adalah sebagai berikut.
1.    Pembuatan Larutan Buffer
pH
KH2PO4 0,1M
NaOH 0,1M
Air
5,8
6,0
6,2
6,4
6,6
6,8
50
50
50
50
50
50
3,6
5,6
8,7
13,6
16,4
22,4
46,4
44,4
41,3
36,4
33,6
22,6



2. Kelarutan Semu Asam Benzoat
pH
Berat
Sampel
Berat
Kertas Saring
Berat
Kertas Saring + endapan
Berat
Endapan
Berat
Asam Benzoat yang larut
5,8
6,0
6,2
6,4
6,6
6,8
0,25 g
0,25 g
0,25 g
0,25 g
0,25 g
0,25 g
1,064 g
1,078 g
0,777 g
1,060 g
1,067 g
1,072 g
1,233 g
1,266 g
1,317 g
1,218 g
1,229 g
1,216 g
0,16 g
0,221 g
0,54 g
0,158 g
0,162 g
0,144 g
0,081
0,029
-0,29
0,092
0,088
0,106



F. Pembahasan
            Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan ialah : (a)  Pengaruh Jenis Zat pada Kelarutan. Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat saling bercampur dengan baik, sedangkan zat-zat yang struktur kimianya berbeda umumnya kurang dapat saling bercampur (like dissolves like). Senyawa yang bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam pelarut nonpolar; (b)Pengaruh Temperatur pada Kelarutan. Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang; (c) Pengaruh tekanan pada kelarutan. Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair atau padat. Kelarutan gas sebanding dengan tekananpar tial gas itu. Menurut hokum Henry massa gas yang melarut dalam sejumlah tertentu cairan (pelarutnya) berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas itu (tekanan partial), yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan itu.
Pada pecobaan digunakan asam benzoat dengan pH yang berbeda-beda, dimana asam benzoat ini akan dicampurkan dengan larutan buffer yang telah dibuat (KH2PO2 dan air). Setalah diaduk hingga sepuluh menit, larutan tersebut disaring agar zat-zat asam benzoat yang belum larut dapat tersaring dan diukur beratnya. Sebelum diukur beratnya, terlebih dahulu dilakukan pengukuran pada kertas saring. Hal ini ditujukan agar berat asam benzoat dapat diperoleh dengan baik dan benar. Untuk memperoleh berat kertas saring harus dilakukan perhitungan, yakni mengurangkan berat endapat dengan berat kertas saring yang digunakan. Dengan begitu, diperolehlah berat asam benzoat yang larut.
Agar terbentuk larutan yang homogen, pembuatan larutan harus disesuaikan pada pH optimum. Dengan menggunakan bentuk asam bebas dari asam benzoat sebagai HP dan bentuk terionisasi yang larut sebagai P- , kesetimbangan dalam larutan jenuh dari elektrolit lemah yang sukar larut adalah HPpadat Hplarut. Kelarutan total (S) asam benzoat terdiri dari konsentrasi asam tidak terdisosiasi (HP) dan basa konjugatnya atau bebentuk terionisasi (P-).
            Melalui hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat dilihat pengaruh pH pada kelarutan semu. Pada pH 5,8 hingga pH 6,2 kelarutan semu larutan cenderung menurun. Akan tetapi, pada pH 6,4 hingga pH 6,8 kelarutan semu larutan cenderung naik. Terdapat nilai minus pada perhitungan diatas, sebab nilai minus tersebut didapatkan karena berat kertas saring pada pH 6,2 lebih ringan, sehingga menyebabkan terbentuknya nilai minus dalam perhitungan tersebut. Seharusnya, pH terlihat naik perlahan-lahan, kemudian turun kembali. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada saat pH tertentu atau pH optimal, kelarutan zat cenderung meningkat. Akan tetapi, setelah mencapai puncaknya, kelarutan tersebut pada pH yang lebih tinggi menjadi cenderung menurun pula.
G. Kesimpulan
            Dari hasil pecobaan mengenai kelarutan semu/total, diperoleh kesimpulan bahwa pH larutan berpengaruh pada kelarutan bahan obat yang bersifat asam lemah. Pada pH yang optimal, kelarutan zat akan menjadi semakin besar.

DAFTAR PUSTAKA
Henny, Rachdiaty, Ricson P. Hutagaol, Erna Rosdiana. 2008. ‘Penentuan Waktu Kelarutan Parasetamol pada Uji Disolusi’. Jurnal Nusa Kimia Volume 8 Nomor 1 halaman: 1-6.
Jufri, M., Binu, A.,Rahmawati, J. 2004. ‘Formulasi Gameksan dalam Bentuk Mikroemulsi’. Jurnal Volume I, Nomor 3. Halaman: 160-174. ISSN: 1693-9883.
Siswandono, Bambang Soekardjo. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press.
Siswandono, Bambang Soekardjo. 1998. Prinsip-prinsip Rancangan Obat. Surabaya: Airlangga University Press.

Tuesday, March 19, 2013

Penggolongan obat

PENGGOLONGAN OBAT

 

Menurut Permenkes RI No. 949/Menkes/Per/VI/2000.

Obat digolongkan menjadi empat golongan yaitu :
1. Obat bebas (obat OTC : Over The Counter) merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran
berwarna hijau dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan mineral, obat gosok, beberapa analgetik-antipiretik, dan beberapa antasida. Obat golongan ini dapat dibeli bebas di Apotek, toko obat dan warung.

2. Obat bebas terbatas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat ini juga dapat diperoleh tanpa resep dokter diapotek dan toko obat. Obat-obat yang umumnya masuk dalam golongan ini antara lain obat batuk, obat influenza, obat-obat antiseptik dan tetes mata untuk iritasi ringan. Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan yang bertanda kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi hitam, dengan tulisan sebagai berikut :
     P.No. 1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya.
     P.No. 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan.
     P.No. 3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
     P.No. 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
     P.No. 5: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan

3. Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya)
Disebut obat keras karena jika pemakai tidak memperhatikan dosis, aturan pakai, dan peringatan yang diberikan, dapat menimbulkan efek berbahaya. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter dan hanya bisa diperoleh di Apotek. Dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran merah dengan huruf K ditengahnya. Contoh obat ini adalah amoksilin, asam mefenamat dan semua obat dalam bentuk injeksi.

 4. Obat Narkotika, merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. (UU RI no. 22 th 1997 tentang Narkotika). Obat ini pada kemasannya dengan lingkaran yang didalamnya terdapat palang (+) berwarna merah.
Obat narkotika penggunaannya diawasi dengan ketat sehingga obat golongan narkotika hanya dapat diperoleh di apotek dengan resep dokter asli (tidak dapat menggunakan copy resep). Dalam bidang kesehatan, obat-obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi/obat bius dan analgetik/obat penghilang rasa sakit. Contoh obat narkotika adalah : codipront (obat batuk), MST (analgetik) dan fentanil (obat bius).

5. Obat-obat psikotropika, merupakan Zat atau obat baik ilmiah atau sintesis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selekti pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku, Ex : alprazolam, diazepam. Mengenai obat-obat psikotropika ini diatur dalam UU RI Nomor 5 tahun 1997.

Psikotropika dibagi menjadi :
a. Golongan I : sampai sekarang kegunaannya hanya ditujukan untuk ilmu pengetahuan, dilarang diproduksi, dan digunakan untuk pengobatan contohnya metilen dioksi metamfetamin, Lisergid acid diathylamine (LSD) dan metamfetamin
b. Golongan II,III dan IV dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah didaftarkan, contohnya diazepam, fenobarbital, lorazepam dan klordiazepoksid.