Saturday, January 25, 2014

KOEFISIEN PARTISI

KOEFISIENPARTISI
A.  TUJUAN
Tujuan dalam percobaan kai ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran kloroform – air.
B.  LANDASAN TEORI
Spektrofotometri derivatif adalah suatu teknik analisis dengan kemampuan memisahkan campuran obat yang memiliki spektra tumpang tindih. Selain itu, telah digunakan pula untuk penetapan kadar obat yang tercampur dengan hasil peruraiannya. Spektrofotometri derivatif telah digunakan secara luas pada analisis bahan anorganik, penentuan konstanta ionisasi senyawa kimia, koefisien partisi obat antara lapisan lipid dan air, analisis klinis, analisis makanan, dan penetapan kadar di bidang farmasi (Nurhidayati, 2007).
Koefisien partisi menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Selain itu, organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut akan menjadi hambatan pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989).
Penentuan koefisien partisi secara eksperimen dilakukan dengan cara pendistribusian senyawa dalam jumlah tertentu ke dalam sistem keseimbangan termodinamik antara dua pelarut yang berbeda kepolaran yaitu pelarut n-oktanol dan air (Tahir, 2001).
Dalam pembuatan obat luar atau topikal, terdapat dua tahapan kerja obat topikal agar dapat memberikan efeknya yaitu obat harus dapat lepas dari basis dan menuju ke permukaan kulit, selanjutnya berpenetrasi melalui membran kulit untuk mencapai tempat aksinya. Faktor yang mempengaruhi salah satunya adalah koefisien partisi. Oleh karena itu, koefisien partisi juga merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan (Aprhyanthy, 2012).
Untuk meningkatkan fluks obat yang melewati membran kulit, dapat digunakan senyawa-senyawa peningkat penetrasi. Fluks obat yang melewati membran dipengaruhi oleh koefisien difusi obat melewati stratum corneum, konsentrasi efektif obat yang terlarut dalam pembawa, koefisien partisi antara obat dan stratum corneum dan tebal lapisan membrane (Sukmawati, 2010).










C.      ALAT DAN BAHAN
1.    Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan kali ini, yaitu :

-            Gelas kimia
-            Erlenmeyer
-            Labu takar
-            Pipet ukur
-            Pipet tetes
-            Batang pengaduk
-            Spatula
-            Filler
-            Corong
-            Kuvet
-            Timbangan analitik
-            Tabung reaksi
-            Gegep
-            Spektrofotometer 20 D
-            Kenur pH

2.    Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan kai ini, yaitu :
-            Asam salisilat
-            Natrium salisilat
-            FeCl3 dalam H2O
-            FeCl3 dalam HNO3


D.  PROSEDUR KERJA
Rounded Rectangle: -	Ditambahkan FeCl3 dalam akuades 1 pipet
-	Diamati perubahan yang terjadi
Rounded Rectangle: -	Ditambahkan FeCl3 dalam HNO3 1 pipet
-	Diamati perubahan yang terjadi
Rounded Rectangle: -	Ditambahkan FeCl3 dalam akuades 1 pipet
-	Diamati perubahan yang terjadi
Rounded Rectangle: -	Ditambahkan FeCl3 dalam HNO3 1 pipet
-	Diamati perubahan yang terjadi
Rounded Rectangle: -	Ditambahkan FeCl3 dalam akuades 1 pipet
-	Diamati perubahan yang terjadi
Rounded Rectangle: Larutan Buffer SalisilatRounded Rectangle: Larutan Buffer SalisilatRounded Rectangle: Larutan Buffer SalisilatRounded Rectangle: -	Diinkubasi selama 20 menit sambil diaduk
-	Diambil 2 ml kemudian dimasukkan dalam labu takar 50 ml
-	Diencerkan dengan akuades sampai 50 ml
-	Diambil 16 ml
-	Dimasukkan dalam tabung reaksi
Rounded Rectangle: -	Diinkubasi selama 20 menit sambil diaduk
-	Diambil 2 ml kemudian dimasukkan dalam labu takar 50 ml
-	Diencerkan dengan akuades sampai 50 ml
-	Diambil 16 ml
-	Dimasukkan dalam tabung reaksi
Rounded Rectangle: -	Diinkubasi selama 20 menit sambil diaduk
-	Diambil 2 ml kemudian dimasukkan dalam labu takar 50 ml
-	Diencerkan dengan akuades sampai 50 ml
-	Diambil 16 ml
-	Dimasukkan dalam tabung reaksi
Rounded Rectangle: 0,026 nmRounded Rectangle: 0,044 nmRounded Rectangle: 0,018 nmRounded Rectangle: -	Dipipet 5 ml
-	Ditambahkan 2 ml propilenglikol
-	Dimasukkan dalam kuvet
-	Diukur absorbansinya

Rounded Rectangle: -	Dipipet 5 ml
-	Ditambahkan 2 ml propilenglikol
-	Dimasukkan dalam kuvet
-	Diukur absorbansinya

Rounded Rectangle: -	Dipipet 5 ml
-	Ditambahkan 2 ml propilenglikol
-	Dimasukkan dalam kuvet
-	Diukur absorbansinya

Rounded Rectangle: pH 5Rounded Rectangle: pH 4Rounded Rectangle: pH 3Rounded Rectangle: Larutan Buffer SalisilatProsedur kerja dalam percobaan kali ini, yaitu :

 

E.     HASIL PENGAMATAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut :
a.       Tabel 1
1.      Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Panjang Gelombang
Absorbansi (nm)
400
450
500
550
0,071 nm
0,039 nm
0,027 nm
0,027 nm


2.      Grafik

b.      Tabel 2
1.      Absorbansi Buffer Salisilat Pada Panjang Gelombang Maksimum 400 nm.
Panjang Gelombang
Absorbansi (pH)
400
400
400
pH3 = 0,018 nm
pH4 = 0,026 nm
pH5 = 0,044 nm
                  

2.      Grafik


c.       Tabel 3
No
Perlakuan
Hasil
1.

2.
Buffer Salisilat pH3 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam H2O
Buffer Salisilat pH3 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam HNO3
Ungu

Ungu Bening

3.

4.
Buffer Salisilat pH4 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam H2O
Buffer Salisilat pH4 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam HNO3
Ungu

Ungu Bening
5.

6.
Buffer Salisilat pH5 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam H2O
Buffer Salisilat pH5 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam HNO3
Ungu

Ungu Bening

d.      Tabel 4
No
Perlakuan
Absorbansi (nm)
1.

2.
Buffer Salisilat pH3 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam H2O
Buffer Salisilat pH3 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam HNO3
0,0630 nm

0,002 nm
3.

4.
Buffer Salisilat pH4 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam H2O
Buffer Salisilat pH4 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam HNO3
1,018 nm

0,019 nm
5.

6.
Buffer Salisilat pH5 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam H2O
Buffer Salisilat pH5 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam HNO3
1,327 nm

0,022 nm

e.       Gambar
Gambar
Keterangan



pH 3



pH 4



pH 5

pH 3

pH 4

pH 5



F.   PEMBAHASAN
Absorpsi obat di dalam tubuh terjadi setelah obat dibebaskan dari bentuk sediaannya. Selain itu, faktor utama yang mempengaruhi absorpsi obat adalah sifat fisika kimia, yaitu koefisien partisi. Koefisien partisi suatu obat merupakan perbandingan kadar obat dalam dua fase setelah mencapai kesetimbangan.
Koefisien partisi terbagi menjadi dua seperti koefisien partisi sejati dan koefisien partisi semu. Syarat koefisien partisi sejati, antara lain: (1) Antara kedua pelarut benar-benar tidak bercampur satu sama lain; (2) Bahan obatnya tidak mengalami asosiasi atau disosiasi; (3) Kadar obatnya relatif kecil; dan (4) kelarutan solut dalam masing-masing pelarut kecil. Koefisien partisi semu merupakan suatu hasil apabila persyaratan koefisien partisi sejati tidak terpenuhi. Oleh karena itu, Percobaan ini merupakan keadaan koefisien partisi semu.
Pada percobaan kali ini kita menggunakan dapar salisilat karena dapar salisilat ini memiliki sifat yang mampu mempertahankan pH, meskipun ditambahkan asam ataupun basa. pH yang digunakan pada percobaan kali ini adalah pH 3, pH 4, dan pH 5. Hal tersebut dilakukan agar dapat mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi.
Absorbansi merupakan banyaknya cahaya yang diserap oleh larutan tetapi larutan yang diserap tersebut hanyalah larutan yang khusus mempunyai warna. Absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi karena semakin besar absorbansi semakin banyak cahaya yang bisa diserap tetapi absorbansi berbanding terbalik dengan koefisien partisi. Dari percobaan kali ini didapatkan nilai absorbansi dari pH 3 sebanyak 0,018, pH 4 sebanyak 0,026 sedangkan pada pH 5 sebanyak 0,044. Hal ini menunjukkan, semakin tinggi pH suatu zat maka semakin rendah absorbansinya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah pH suatu zat maka semakin tinggi absorbansinya. pH larutan juga berpengaruh dengan koefisien partisi zat tersebut. 
Koefisien partisi juga berpengaruh pada pH karena beberapa obat yang mengandung gugus-gugus yang mudah mengalami ionisasi. Jika melibatkan lebih dari satu gugus yang mengalami ionisasi maka koefisien partisi obat-obat ini pada pH tertentu sulit diprediksi. Meskipun demikian, seringkali salah satu gugus dalam suatu molekul obat lebih mudah mengalami ionisasi daripada gugus yang lain pada pH tertentu. Sehingga dapat kita lihat dari percobaan kali ini semakin tinggi  pH maka akan semakin tinggi pula nilai absorbansinya, sehingga dikatakan pH dan absorbansi berbanding lurus.   
Koefisien partisi sangat penting dalam bidang farmasi. banyak obat-obat yang mudah larut dalam fase air dalam air tetapi larut dalam fase lipoid. Sebagian besar obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air, sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pH larutannya.




G. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan ini dapat disimpulkan bahwa pH berpengaruh terhadap nilai koefisien partisi suatu obat karena semakin besar pH suatu larutan semakin kecil koefisien partisinya sebaliknya semakin besar pH suatu larutan semakin besar absorbansinya (berbanding lurus).


















DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Aprhyanthy, R. 2012. Koefisien Partisi Semu. http://rymha.aprhyanthy.blogspot.com/2012/04/koefisien-partisi-semu.html

Nurhidayati, 2007. Spektofotometri Derivatif Dan Aplikasinya
Dalam Bidang Farmasi. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, September 2007, Vol. 5, No. 2 Hal. 2

Sukmawati, 2010. Efek Berbagai Peningkat Penetrasi Terhadap Penetrasi
Perkutan Gel Natrium Diklofenak Secara In Vitro. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 11, No. 2, 2010 Hal. 1

Tahir, 2001. Komparasi Nilai Koefisien Partisi Teoritik Berbagai Senyawa Obat Dengan Metoda Hancsh-Leo, Metoda Rekker Dan Penggunaan Program Clogp. Pusat Kimia Komputasi Indonesia-Austria Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada Yogyakarta