KOEFISIENPARTISI
A.
TUJUAN
Tujuan
dalam percobaan kai ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien
partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran kloroform – air.
B.
LANDASAN
TEORI
Spektrofotometri
derivatif adalah suatu teknik analisis dengan kemampuan memisahkan campuran
obat yang memiliki spektra tumpang tindih. Selain itu, telah digunakan pula
untuk penetapan kadar obat yang tercampur dengan hasil peruraiannya.
Spektrofotometri derivatif telah digunakan secara luas pada analisis bahan
anorganik, penentuan konstanta ionisasi senyawa kimia, koefisien partisi obat
antara lapisan lipid dan air, analisis klinis, analisis makanan, dan penetapan
kadar di bidang farmasi (Nurhidayati, 2007).
Koefisien partisi
menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu
pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien
partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Selain itu, organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila
koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut akan menjadi hambatan pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989).
Penentuan
koefisien partisi secara eksperimen dilakukan dengan cara pendistribusian
senyawa dalam jumlah tertentu ke dalam sistem keseimbangan termodinamik antara
dua pelarut yang berbeda kepolaran yaitu pelarut n-oktanol dan air (Tahir,
2001).
Dalam pembuatan obat luar atau topikal, terdapat dua tahapan kerja obat topikal
agar dapat memberikan efeknya yaitu obat harus dapat lepas dari basis dan
menuju ke permukaan kulit, selanjutnya berpenetrasi melalui membran kulit untuk
mencapai tempat aksinya. Faktor yang
mempengaruhi salah satunya adalah koefisien partisi. Oleh karena itu, koefisien
partisi juga merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan (Aprhyanthy, 2012).
Untuk
meningkatkan fluks obat yang melewati membran kulit, dapat digunakan senyawa-senyawa
peningkat penetrasi. Fluks obat yang melewati membran dipengaruhi oleh
koefisien difusi obat melewati stratum corneum, konsentrasi efektif obat
yang terlarut dalam pembawa, koefisien partisi antara obat dan stratum corneum
dan tebal lapisan membrane (Sukmawati, 2010).
C.
ALAT
DAN BAHAN
1. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan kali
ini, yaitu :
-
Gelas kimia
-
Erlenmeyer
-
Labu takar
-
Pipet ukur
-
Pipet tetes
-
Batang pengaduk
-
Spatula
-
Filler
-
Corong
-
Kuvet
-
Timbangan analitik
-
Tabung reaksi
-
Gegep
-
Spektrofotometer 20 D
-
Kenur
pH
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan kai
ini, yaitu :
-
Asam salisilat
-
Natrium salisilat
-
FeCl3 dalam
H2O
-
FeCl3 dalam
HNO3
D.
PROSEDUR
KERJA
Prosedur
kerja dalam percobaan kali ini, yaitu :
E.
HASIL
PENGAMATAN
Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, diperoleh data sebagai berikut :
a. Tabel
1
1. Penentuan
Panjang Gelombang Maksimum
Panjang
Gelombang
|
Absorbansi
(nm)
|
400
450
500
550
|
0,071 nm
0,039
nm
0,027
nm
0,027
nm
|
2. Grafik
b. Tabel
2
1. Absorbansi
Buffer Salisilat Pada Panjang Gelombang Maksimum 400 nm.
Panjang
Gelombang
|
Absorbansi
(pH)
|
400
400
400
|
pH3
= 0,018 nm
pH4
= 0,026 nm
pH5
= 0,044 nm
|
2. Grafik
c. Tabel
3
No
|
Perlakuan
|
Hasil
|
1.
2.
|
Buffer
Salisilat pH3 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam H2O
Buffer
Salisilat pH3 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam HNO3
|
Ungu
Ungu
Bening
|
3.
4.
|
Buffer
Salisilat pH4 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam H2O
Buffer
Salisilat pH4 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam HNO3
|
Ungu
Ungu
Bening
|
5.
6.
|
Buffer
Salisilat pH5 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam H2O
Buffer
Salisilat pH5 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam HNO3
|
Ungu
Ungu
Bening
|
d. Tabel
4
No
|
Perlakuan
|
Absorbansi
(nm)
|
1.
2.
|
Buffer
Salisilat pH3 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam H2O
Buffer
Salisilat pH3 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam HNO3
|
0,0630
nm
0,002
nm
|
3.
4.
|
Buffer
Salisilat pH4 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam H2O
Buffer
Salisilat pH4 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam HNO3
|
1,018
nm
0,019
nm
|
5.
6.
|
Buffer
Salisilat pH5 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam H2O
Buffer
Salisilat pH5 + Propilenglikol + FeCl3 Dalam HNO3
|
1,327
nm
0,022
nm
|
e. Gambar
Gambar
|
Keterangan
|
|
pH
3
|
|
pH
4
|
|
pH
5
|
|
pH
3
|
|
pH
4
|
|
pH
5
|
F.
PEMBAHASAN
Absorpsi
obat di dalam tubuh terjadi setelah obat dibebaskan dari bentuk sediaannya.
Selain itu, faktor
utama yang mempengaruhi absorpsi obat adalah sifat fisika kimia, yaitu
koefisien partisi. Koefisien partisi suatu obat merupakan
perbandingan kadar obat dalam dua fase setelah mencapai kesetimbangan.
Koefisien partisi terbagi menjadi dua seperti koefisien partisi sejati dan
koefisien partisi semu. Syarat koefisien partisi sejati, antara lain: (1)
Antara kedua pelarut benar-benar tidak bercampur satu sama lain; (2) Bahan
obatnya tidak mengalami asosiasi atau disosiasi; (3) Kadar obatnya relatif
kecil; dan (4) kelarutan solut dalam masing-masing pelarut kecil. Koefisien
partisi semu merupakan suatu hasil apabila persyaratan koefisien partisi sejati
tidak terpenuhi. Oleh karena itu, Percobaan ini merupakan keadaan koefisien
partisi semu.
Pada percobaan kali ini kita menggunakan dapar
salisilat karena dapar salisilat ini memiliki sifat yang mampu mempertahankan
pH, meskipun ditambahkan asam ataupun basa. pH yang digunakan pada percobaan
kali ini adalah pH 3, pH 4, dan pH 5. Hal tersebut dilakukan agar dapat
mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi.
Absorbansi merupakan banyaknya cahaya yang diserap oleh larutan tetapi
larutan yang diserap tersebut hanyalah larutan yang khusus mempunyai warna.
Absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi karena semakin besar absorbansi
semakin banyak cahaya yang bisa diserap tetapi absorbansi berbanding terbalik
dengan koefisien partisi. Dari percobaan kali ini didapatkan nilai absorbansi
dari pH 3 sebanyak 0,018, pH 4 sebanyak 0,026 sedangkan pada pH 5
sebanyak 0,044. Hal
ini menunjukkan, semakin tinggi pH suatu zat maka semakin rendah absorbansinya.
Begitu pula sebaliknya, semakin rendah pH suatu zat maka semakin tinggi
absorbansinya. pH larutan juga
berpengaruh dengan koefisien partisi zat tersebut.
Koefisien partisi juga berpengaruh
pada pH karena beberapa obat yang mengandung gugus-gugus yang mudah mengalami
ionisasi. Jika melibatkan lebih dari satu gugus yang mengalami ionisasi maka
koefisien partisi obat-obat ini pada pH tertentu sulit diprediksi. Meskipun
demikian, seringkali salah satu gugus dalam suatu molekul obat lebih mudah
mengalami ionisasi daripada gugus yang lain pada pH tertentu. Sehingga dapat
kita lihat dari percobaan kali ini semakin tinggi pH maka akan semakin
tinggi pula nilai absorbansinya, sehingga dikatakan pH dan absorbansi
berbanding lurus.
Koefisien
partisi sangat penting dalam bidang farmasi. banyak obat-obat yang mudah larut
dalam fase air dalam air tetapi larut dalam fase lipoid. Sebagian besar obat
bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air,
sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pH
larutannya.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan ini dapat disimpulkan bahwa pH berpengaruh terhadap
nilai koefisien partisi suatu obat
karena semakin besar pH suatu
larutan semakin kecil koefisien partisinya sebaliknya semakin besar pH suatu
larutan semakin besar absorbansinya (berbanding lurus).
DAFTAR
PUSTAKA
Ansel, H. 1989. Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Aprhyanthy, R. 2012. Koefisien Partisi Semu. http://rymha.aprhyanthy.blogspot.com/2012/04/koefisien-partisi-semu.html
Nurhidayati,
2007. Spektofotometri Derivatif Dan
Aplikasinya
Dalam Bidang Farmasi. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia,
September 2007, Vol. 5, No. 2 Hal. 2
Sukmawati, 2010.
Efek Berbagai Peningkat Penetrasi
Terhadap Penetrasi
Perkutan Gel Natrium Diklofenak Secara In
Vitro. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi,
Vol. 11, No. 2, 2010 Hal. 1
Tahir,
2001. Komparasi Nilai Koefisien Partisi Teoritik Berbagai Senyawa Obat Dengan
Metoda Hancsh-Leo, Metoda Rekker Dan Penggunaan Program Clogp. Pusat Kimia
Komputasi Indonesia-Austria Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta