KELARUTAN SEMU / TOTAL
A.
Tujuan
Tujuan dari percobaan
ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH larutan terhadap kelarutan bahan obat
yang bersifat asam lemah.
B.
Landasan Teori
Sifat kelarutan pada
umumnya berhubungan dengan kelarutan senyawa dalam media yang berbeda dan
bervariasi diantara dua hal yang ekstrem, yaitu pelarut polar, seperti air, dan
pelarut nonpolar seperti lemak. Sifat hidrofilik atau lipofibik berhubungan
dengan kelarutan dalam air, sedang sifat lipofilik atau hidrofibik berhubungan
dengan kelarutan dalam lemak. Gugus-gugus yang dapat meningkatkan kelarutan
molekul dalam lemak disebut gugus lipofilik (hidrofobik atau nonpolar). Sifat
kelarutan pada umumnya berhubungan dengan aktivitas biologis dari senyawa seri
homolog. Sifat kelarutan juga berhubungan erat dengan absorbsi obat. Hal ini
penting karena intensitas aktivitas biologis obat tergantung pada derajat
absorpsinya (Siswandono, 1998).
Daya
kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam formulasi suatu
sediaan farmasi. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan saat ini
bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat hidrofobik menjadi
tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan mengakibatkan
kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh. Kelarutan suatu zat berkhasiat
yang kurang dari 1 mg/ml mempunyai tingkat disolusi yang kecil karena kelarutan
suatu obat dengan tingkat
disolusi obat tersebut sangat berkaitan. Salah satu cara yang diterapkan oleh
industri farmasi saat ini untuk meningkatkan kelarutan suatu obat yang bersifat
lipofilik atau hidrofobik adalah dengan membuat sediaan emulsi (Jufri, 2004).
Waktu kelarutan obat
dalam tubuh sangat erat hubungannya dengan efektivitas obat dalam menghilangkan
rasa sakit yang diderita. Waktu kelarutan obat pada uji disolusi dianggap
sebagai waktu kelarutan obat di dalam tubuh. Semakin cepat larut suatu obat,
maka semakin efektif obat tersebut bekerja (Henny, 2008).
Proses
absorbsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas farmakologis
obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorbsi akan mempengaruhi
efek obat atau menyebabkan kegagalan pengobatan. Kelarutan obat dalam lemak
merupakan salah satu sifat fisik yang memengaruhi absorpsi obat ke membran
biologis. Makin besar kelarutannya dalam lemak, maka makin tinggi pula derajat
absorbsi obat ke membran biologis (Siswandono, 1995).
C.
Alat dan Bahan
· Alat
Alat-alat yang
digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut.
1. Labu takar 100 mL
2. Erlenmeyer (6 buah)
3. Kertas saring
4. Pipet volum 50 mL
5. Timbangan
6. Corong
7. Batang pengaduk
· Bahan
Bahan-bahan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut.
1. Akuades
2. NaOH 0,1M
3. Asam benzoat
4. Kalium dihidrofosfat (KH2PO2)
0,1M
E.
Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan dari percobaan ini
adalah sebagai berikut.
1.
Pembuatan Larutan Buffer
pH
|
KH2PO4 0,1M
|
NaOH 0,1M
|
Air
|
5,8
6,0
6,2
6,4
6,6
6,8
|
50
50
50
50
50
50
|
3,6
5,6
8,7
13,6
16,4
22,4
|
46,4
44,4
41,3
36,4
33,6
22,6
|
2.
Kelarutan Semu Asam Benzoat
pH
|
Berat
Sampel
|
Berat
Kertas Saring
|
Berat
Kertas Saring +
endapan
|
Berat
Endapan
|
Berat
Asam Benzoat yang
larut
|
5,8
6,0
6,2
6,4
6,6
6,8
|
0,25
g
0,25
g
0,25
g
0,25
g
0,25
g
0,25
g
|
1,064
g
1,078
g
0,777
g
1,060
g
1,067
g
1,072
g
|
1,233
g
1,266
g
1,317
g
1,218
g
1,229
g
1,216
g
|
0,16
g
0,221
g
0,54
g
0,158
g
0,162
g
0,144
g
|
0,081
0,029
-0,29
0,092
0,088
0,106
|
F. Pembahasan
Kelarutan atau solubilitas adalah
kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam
suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat
terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kelarutan ialah : (a) Pengaruh Jenis Zat pada Kelarutan. Zat-zat
dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat saling bercampur dengan baik,
sedangkan zat-zat yang struktur kimianya berbeda umumnya kurang dapat saling
bercampur (like dissolves like). Senyawa yang bersifat polar akan mudah larut
dalam pelarut polar, sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam pelarut
nonpolar; (b)Pengaruh Temperatur pada Kelarutan. Kelarutan gas umumnya
berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya jika air dipanaskan, maka
timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga gas yang
terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang; (c) Pengaruh tekanan pada
kelarutan. Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair atau
padat. Kelarutan gas sebanding dengan tekananpar tial gas itu. Menurut hokum
Henry massa gas yang melarut dalam sejumlah tertentu cairan (pelarutnya)
berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas itu (tekanan partial),
yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan itu.
Pada pecobaan digunakan asam benzoat dengan pH yang
berbeda-beda, dimana asam benzoat ini akan dicampurkan dengan larutan buffer
yang telah dibuat (KH2PO2 dan air). Setalah diaduk hingga
sepuluh menit, larutan tersebut disaring agar zat-zat asam benzoat yang belum
larut dapat tersaring dan diukur beratnya. Sebelum diukur beratnya, terlebih
dahulu dilakukan pengukuran pada kertas saring. Hal ini ditujukan agar berat
asam benzoat dapat diperoleh dengan baik dan benar. Untuk memperoleh berat
kertas saring harus dilakukan perhitungan, yakni mengurangkan berat endapat
dengan berat kertas saring yang digunakan. Dengan begitu, diperolehlah berat
asam benzoat yang larut.
Agar terbentuk larutan yang homogen, pembuatan larutan harus
disesuaikan pada pH optimum. Dengan menggunakan bentuk asam bebas dari asam
benzoat sebagai HP dan bentuk terionisasi yang larut sebagai P- , kesetimbangan
dalam larutan jenuh dari elektrolit lemah yang sukar larut adalah HPpadat⇌ Hplarut. Kelarutan total (S) asam
benzoat terdiri dari konsentrasi asam tidak terdisosiasi (HP) dan basa
konjugatnya atau bebentuk terionisasi (P-).
Melalui
hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat dilihat pengaruh pH pada kelarutan
semu. Pada pH 5,8 hingga pH 6,2 kelarutan semu larutan cenderung menurun. Akan
tetapi, pada pH 6,4 hingga pH 6,8 kelarutan semu larutan cenderung naik.
Terdapat nilai minus pada perhitungan diatas, sebab nilai minus tersebut
didapatkan karena berat kertas saring pada pH 6,2 lebih ringan, sehingga
menyebabkan terbentuknya nilai minus dalam perhitungan tersebut. Seharusnya, pH
terlihat naik perlahan-lahan, kemudian turun kembali. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pada saat pH tertentu atau pH optimal, kelarutan zat cenderung meningkat.
Akan tetapi, setelah mencapai puncaknya, kelarutan tersebut pada pH yang lebih
tinggi menjadi cenderung menurun pula.
G.
Kesimpulan
Dari
hasil pecobaan mengenai kelarutan semu/total, diperoleh kesimpulan bahwa pH
larutan berpengaruh pada kelarutan bahan obat yang bersifat asam lemah. Pada pH
yang optimal, kelarutan zat akan menjadi semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
Henny,
Rachdiaty, Ricson P. Hutagaol, Erna Rosdiana. 2008. ‘Penentuan Waktu Kelarutan
Parasetamol pada Uji Disolusi’. Jurnal Nusa
Kimia Volume 8 Nomor 1 halaman: 1-6.
Jufri, M., Binu,
A.,Rahmawati, J. 2004. ‘Formulasi Gameksan dalam Bentuk Mikroemulsi’. Jurnal Volume I, Nomor 3. Halaman:
160-174. ISSN: 1693-9883.
Siswandono,
Bambang Soekardjo. 1995. Kimia Medisinal.
Surabaya: Airlangga University Press.
Siswandono,
Bambang Soekardjo. 1998. Prinsip-prinsip
Rancangan Obat. Surabaya: Airlangga University Press.